Seperti bunga yang memberi nektar kepada kupu-kupu
Memberi sebuah kesempatan, untuknya dirawat dan tumbuh bersama
Hadirmu meyakinkanku bahwa cinta bukan hanya satu
Tapi dua, tiga, empat, lima dan banyak cara serta alasan yang menjadikan bersama
Aku memutuskan membeli tiket kereta waktu itu, dengan hati senang aku berharap rindu ini akan berubah menjadi bahagia. Perjalanan ini menjadi awal bagiku untuk memberanikan diri melakukan perjalanan jauh sendirian. Sabar menunggu bukanlah pilihan yang tepat waktu itu, aku tidak bisa melakukannya, hingga malam hari sebelum berangkat pun, mataku tidak bisa ikhlas terpejam dan sisanya hanya perasaan gugup ingin segera berada di perjalanan jauh menuju kotamu.
Hari keberangkatan tiba, aku bergegas bangun dan bersiap seraya berdoa semoga semua baik-baik saja. Aku semangat sekali menyambut hari minggu pagi dengan senyum bahagia tapi bercampur gugup karena setelah sekian lama, aku akan bertemu denganmu, pembicara di malam mingguku, atau aku lebih suka menyebutnya sebagai bunga matahariku. Tidak tahu mengapa, yang jelas aku suka.
Degup hati tak bisa berhenti walau raga hanya duduk diam dalam kereta, hatiku seakan ingin berkata ke semua penumpang kereta "akhirnya aku akan tahu kotamu". Waktu yang berjalan ikut merasakan kebahagiaanku. Seakan setuju dengan ucapanku, sang waktu mempercepat lajunya dan akhirnya aku sampai juga di tanahmu.
Kedatangan bersambut kebahagiaan, dirimu ada untuk menjemput. Matahari terlihat cerah kala itu dan semuanya terasa biasa saja, sedikit awkward awalnya tapi lama-lama cair juga es yg menembok lama perasaan hangat itu.
Kita memilih duduk saja berdua, di kedai dekat stasiun. Kau memesan minum, dan aku mengangguk setuju dengan apapaun yang engkau pesankan untukku.
Kita tertawa, kamu bercerita, dan aku selalu membercandaimu. Masih sama ternyata, dari senyum manis bibirmu, wajah yang tegar itu, dan suara lembut nan menenangkan terbayang jelas di hati. Semua kata keluar, dari kata rindu sampai yang tidak berbentuk pun keluar seolah-olah "jangan khawatir, aku disini untukmu".
Tapi matahari sudah terlalu lelah, hingga ia turun yang menjadikan sinar sore terpancar yang mengisyaratkan bahwa aku harus kembali pulang. Aku bergegas dan bersiap ke stasiun. Berat memang, tapi kita harus kuat, pasti akan ada selalu hikmah-hikmah yang kita ambil dari kejadian-kejadian hidup. Mengutuk jarak bukanlah sebuah penyelesaian, sebab Tuhan menciptakan jarak agar manusia bisa saling menjaga dan percaya. Menjaga perasaan satu sama lain dan percaya bahwa akan ada masanya nanti kita pasti akan hidup bahagia bersama. Sebelum pulang, aku berpamitan kepadamu dengan mencurahkan semua perasaanku, dan berkata "tunggu aku, aku akan kembali pasti". Lambaian tangan menjadi isyarat aku kembali ke kotaku dan kamu kembali ke rumahmu, dan kita bersahabat dengan jarak lagi. Di bulan itu kita bertemu.
❤❤
Komentar
Posting Komentar